Jumat, 04 Oktober 2013

KIAT SUKSES DI TEMPAT KERJA BARU

KIAT SUKSES DI TEMPAT KERJA BARU


Berikut ini adalah hal-hal / faktor-faktor yang dapat mengantar kita pada kesuksesan / keberhasilan di tempat kerja kita dari organisasi.org :

1. Disiplin Tinggi
Hal mulai dari seragam pakaian, ketaatan waktu mulai kerja dan pulang kerja, waktu istirahat, tepat waktu dalam menjalankan tugas atau perintah, tidak membuat kericuhan serta mentaati segala aturan yang berlaku merupakan contoh dari menjunjung kedisiplinan dalam bekerja.
2. Mampu Mengendalikan Diri
Jadikan emosi kita sebagai pemacu kinerja kerja kita daripada hanya merusak hubungan kita dengan orang lain. Emosi bisa beracam-maca mulai dari perasaan marah, benci, dendam, sedih, takut, dan sebagainya. Bertindaklah yang wajar walaupun emosi anda sedang kacau kerena berbagai faktor. Sabar, mampu menganalisis situasi kondisi dan tidak bertindak gegabah merupakan hal yang baik dari pengendalian diri di kantor.
3. Mampu Bekerja Sama Dalam Tim
Kemampuan membagi tugas dengan rekan kerja, berkoordinasi dengan bawahan dan atasan, saling mengisi kekurangan, saling bahu-membahu, tidak saling menjatuhkan, bersaing secara sehat, memiliki komunikasi yang aktif dan sehat merupakan beberapa hal yang dapat membuat tim kerja menjadi baik.
4. Tahan Banting Dan Sehat
Kemampuan untuk bekerja di bawah tekanan besar, dikejar-kejar target/dead line, mampu bekerja di luar jam kerja, dimarahi atasan, tegar menghadapi berbagai persoalan pelik, tidak mudah jatuh sakit, tidak mudah stres akan sangat menunjang kesempurnaan hasil kerja kita.
5. Memiliki Kemampuan Berpikir Yang Baik
Mampu bekerja tanpa harus selalu diajari orang lain, mampu mengidentifikasi input, melaksanakan proses dan menghasikan output yang diharapkan kantor dalam bekerja, mampu mengatasi konflik, bersikap dewasa, mampu fokus/konsentrasi penuh pada penyelesaian pekerjaan yang diberikan, wawasan dan jaringan luas, mempunyai daya ingat dan runtun berpikir yang baik akan menunjang keberhasilan kita di perusahaan tempat kita bekerja.
6. Kreatif Dan Inovatif
Ciptakan hal-hal yang baru dan segar yang dapat menunjang aktivitas kerja kita serta mampu membuat pencapaian target tercapai dalam waktu singkat atau waktu kerja menjadi lebih singkat terselesaikan. Mampu memberikan masukan-masukan bermanfaat akan membuat perusahaan dan atasan memperhitungkan kita.
7. Mampu Mencapai Target
Sedari mula buat perencanaan yang baik dalam pencapaian target yang diberikan dan buat time line jadwal dari tahap-tahap pekerjaan yang harus dilewati agar nantinya tidak terburu-buru di akhir tenggat waktu dan terlalu santai di awal waktu. Di tengah jalan pun kita harus mampu mengubah rencana, metode dan langkah kerja bila diperlukan. apabila target yang diberikan mustahil anda gapai walaupun segenap tenaga, waktu dan pikiran anda curahkan, maka bicarakan baik-baik pada atasan agar meninjau kembali target yang diberikan beserta alasan-alasan logis yang dapat diterima pimpinan.
8. Menghormati Dan Menghargai Orang Lain
Hargailah orang-orang yang ada di sekitar kita karena mereka mungkin saja akan dapat membantu pekerjaan kita baik secara langsung maupun tidak langsung. Office boy, caraka, cleaning service, satpam, orang kantin, petugas parkir, pegawai kantor lain, penduduk sekitar, dan lain-lain merupakan pihak yang perlu kita hargai dan hormati serta kita anggap seperti teman sendiri agar ketika kita ada kesulitan mereka akan membantu kita dengan senang hati tanpa diminta.
9. Itikad Baik
Bekerjalah dengan senang hari untuk membangun dan mencapai tujuan perusahaan. Jangan terlalu banyak menuntut hak kita jika kewajiban kita banyak yang kita lalaikan. Pelajari dan laksanakan segala peraturan, pedoman kerja serta budaya perusahaan. Jangan mudah terprovokasi dan diiming-imingi materi untuk membocorkan rahasia perusahaan atau pindah ke perusahaan lain. Bekerjalah dengan baik dan setia apabila perusahaan telah memberikan apa-apa yang kita butuhkan. Terlalu rakus, materialistis, menghalalkan segala cara dan hidup berlebihan akan dapat menghancurkan karier kita. Syukuri dan bersyukur atas apa yang telah kita peroleh akan membuat kita semakin bahagia lahir dan batin.
10. Mampu Belajar, Mengamati dan Mengevaluasi
Selain bekerja kita sebaiknya terus belajar dari pengalaman diri sendiri serta pengalaman orang lain dan juga dari berbagai referensi yang mampu meningkatkan kinerja kita. Kita harus mampu melihat dan membaca situasi dari awal hingga akhir agar dapat membandingkan serta melakukan evaluasi untuk memperbaiki yang kurang baik dan mengembangkan yang sudah baik.
Faktor-faktor penunjang sukses di kantor di atas mungkin secara keseluruhan tidak dapat anda kuasai. Tapi minimal anda kembangkan kelebihan anda dan minimalisir kekurangan anda. Faktor di atas tidak dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, ras, agama, keturunan, kondisi ekonomi, dan sebagainya. Orang yang berasal dari kelaurga mampu, lulusan S3 dan anak dari mantan presiden direktur belum tentu bisa mengungguli seseorang dari keluarga miskin, putus sekolah, anak petani kecil dan pernah kerja kasar.

Kamis, 18 Juli 2013

Hubungan antara Ilmu Mantiq dengan Ilmu hukum

hubungan antara Ilmu Mantiq dengan Ilmu hukum
i)        Pengertian mantiq menurut istilah
Ø  Alat atau dasar yang gunanya untuk menjaga dari kesalahan berpikir
Ø  Sebuah ilmu yang membahas tentang alat dan formula berfikir sehingga seseorang yang menggunakannya akan selamat dari berfikir yang salah
Ilmu mantiq ini sering juga disebut sebagai bapak segala ilmu atau bisa juga dikatakan ilmu dari segala yang benar karena ilmu mantiq ialah sebagai alat untuk menuju ilmu yang benar 
ii)      Unsur- unsur dalam ilmu mantiq
Dalam melakukan pemikiran atau dalam artian berfikir tentunya juga harus memperhatikan :
Ø  Objek dalam berfikir
Ø  Metode atau cara yang kita lakukan untuk memikirkan sesuatu agar terarah
Ø  Subjek
iii)    Pengertian ilmu hukum
Menurut Satjioto Raharjo ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah tentang hukum. Ilmu hukum mencakup dan membicaraka segala hal yang berhubungan dengan hukum. Dalam ilmu hukum Objeknya adalah hukum itu sendiri. Terlalu banyaknya masalah yang dicakup oleh ilmu ini mengakibatkan adanya pendapat- pendapat yang mengatakan bahwa dalam ilmu hukum ini batas – batasnya tidak bisa ditentukan.

Dari apa yang telah tertulis diatas maka dapat diperoleh sebuah pandangan bahwa antara ilmu mantiq dan ilmu hukum itu ada sebuah keterkaitan atau hubungan. Dalam artian lebih kini maka sudut pandang kekinian yang diimplementasikan dalam berbagai macam profesi hukum yang ada saat ini. Berawal dari inilah tentunya seorang yang mempelajari mantiq akan menimbulkan adanya suatu pemikiran yang benar dan menghasilkan suatu keputusan atau tindakan yang benar pula. 
Dapat saya contohkan disini dalam hal seorang hakim yang mana posisinya sebagai penegak hukum dalam mengambil suatu keputusan dalam sidang pengadilan tidak semata-mata hanya langsung memutuskan saja. Namun dalam hal ini dia juga memeriksa alat bukti, barang bukti, saksi-saksi dan juga terdakwa didalam suatu persidangan yang dipimpinnya. Ini bertujuan nantinya apa yang diputuskan oleh hakim dalam suatu perkara yang ditanganinya berlandaskan atas dasar keadilan.
Jika dikembalikan ke dalam ilmu mantiq maka hakim juga menggunakan prinsip berpikir logis karena suatu hasil keputusan berpikir itu didapat dengan cara menghubungkan satu variabel dengan variabel lainnya. Ilmu mantiq berguna dalam hal pengambilan suatu kesimpulan-kesimpulan  Karena kesimpulan yang benar itu merupakan hasil dari suatu proses suatu pemikiran.

Pidana Kurungan dan Pidana Penjara

1.      Yang dimaksud dengan pidana kurungan (pengertian)
a.       Umum
Pidana kurungan ada suatu pidana yang dijatuhkan oleh hakim kepada
terdakwa karena telah melakukan tindak pidana pelanggaran
b.      Maksimal umum
Pidana kurungan dijatuhkan serendah-rendahnya 1 hari dan paling lama 1
tahun dan dapat ditambah lagi 4 bulan apabila terdakwa seorang residivis.

2.      Hak-hak yang dimiliki oleh mereka yang dijatuhi hukuman pidana kurungan?
Narapidana kurungan mempunyai hak perbaikan nasib dengan ongkos sendiri atau hak pistole pasal 23 KUHP
. perbaikan itu misalnya: mengenai makanan dan tempat tidur. Sedangkan candu, minuman keras, anggur, dan bier hanya dapat diberikan bila dianggap perlu oleh dokter penjara.
3.      Perbedaan pidana kurungan dengan pidana penjara :
a.       Ancaman pidana kurungan hanya terhadap tindak pidana yang ringan sedangkan ancaman tindak pidana penjara terhadap tindak pidana yanglebih berat.
b.      Pidana kurungan hanya terhadap tindak pidana pelanggaran, sedangkan pidana penjara terhadap tindak pidana kejahatan.
c.       Ancaman maksimum pidana penjara 15 tahun sedangkan pidana kurungan 1 tahun kecuali residivis ditambah tidak lebih dari 4 bulan. Pidana penjara bisa ditambah menjadi 20 tahun apabila perbuatan tersebut memberatkan (pembarengan pasal 65 KUHP) dan residivis.
d.      Pelaksanaan pidana denda tidak dapat diganti dengan pidana penjara sedangkan pelaksanaan pidana pidana denda dapat diganti dengan dengan pidana kurungan disebut kurungan pengganti (pasal 30 ayat 2).
Perbedaan yang penting-penting pidana kurungan dengan pidana penjara adalah:
a.       Hukuman penjara dapat dilaksanakan dalam penjara dimana saja, sedang hukuman kurungan dengan tidak semuanya terhukum tidak dapat dijalankan diluar daerah, dimana ia bertempat tingal atau berdiam waktu hukuman itu dijatuhkan kepadanya.
b.      Orang yang dihukum penjara pekerjaannya lebih berat dari pada yang dihukum kurungan.
c.       Orang yang dihukum kurungan mempunyai hak pistole, yaitu hak untuk menperbaiki keadaan dirumah penjara dengan ongkos sendiri, sedang yang dihukum penjara tidak punya.
4.      Pengertian pidana denda
a.       Denda adalah hukuman yang dikenakan kepada kekayaan.
Ketentuan minimum umum bagi denda ialah 25 sen (pasal 30 ayat 1 KUHP), sedang ketentuan maksimum tergantung pada rumusan pidana, misal pasal 403 KUHP maksimum Rp. 150.000.00,-
b.      Apabila tidak dibayar dendanya diganti dengan hukuman kurungan
c.       Lamanya hukuman kurungan pengganti paling sedikit 1 hari paling lama 6 bulan. Dalam keadaan yang memberatkan dapat ditambah menjadi paling tinggi 8 bulan (pasal 30 ayat 5,6 KUHP)
d.      Pidana denda diterapkan pada pelanggaran sedangkan pada kejahatan dijadikan alternatif.
5.      Pidana tambahan
1.      Pencabutan hak-hak tertentu
2.      Perampasan barang-barang tertentu
3.      Pengumuman putusan hakim
a.       Pencabutan hak-hak tertentu
Hak yang dapat dicabut ditentukan dalam pasal 35 ayat 1 KUHP, yaitu:
Ø  Hak untuk mendapat segala jabatan atau jabatan yang tertentu, segala jabatan berarti: orang itu sama sekali tidak boleh menjabat jabatan apapun juga, sedang jabatan yang tertentu berarti: hanya mengenai jabatan-jabatan yang disebutkan dalam surat keputusan hakim
Ø  Hak masuk pada kekuasaan bersenjata. Yang masuk dalam kekuasaan bersenjata ialah Tentara dan pewajib tentara, baik angkatan darat, laut, dan udara serta pegawai polisi bersenjata.
Ø  Hak pilih aktif dan hak pilih pasif anggota DPR pusat dan daerah serta pemilihan lainnya yang diatur dalam undang-undang dan peratuaran umum.
Ø  Hak menjadi penasihat atau atau penguasa dan menjadi wali, wali pengawas,curator atau curator pengawas pada orang lain, bukan anaknya sendiri.
Ø  Kuasa bapa, kuasa wali dan penjara atas anaknya sendiri.
Ø  Hak untuk mengerjakan pekerjaan yang tertentu. Pekerjaan maksudnya: semua pekerjaan yang bukan pekerjaan negara, jadi pekerjaan partikulir, misal: dagang, perusahaan, sopir, dll.
Lama waktu hakim menjatuhkan pencabutan hak-hak tertentu (pasal 38 KUHP) :
1.      Bila pidana pokok yang dijatuhkan hakim berupa pidana mati atau seumur hidup  maka lamanya hukuman pencabutan hak-hak tertentu berlaku seumur hidup.
2.      Bila pidana pokok yang dijatuhkan hakim berupa pidana penjara sementara atau kurungan maka lamanya pencabutan hak-hak tertentu paling lama 5 tahun dan minimum 2 tahun dari pada pidana pokoknya.
3.      Jika pidana pokok yang dijatuhkan adalah pidana denda maka pencabutan hak-hak tertentu adalah paling sedikit 2 tahun dan paling lama 5 tahun.
b.      Perampasan barang-barang tertentu
Ø  Perampasan barang sebagai suatu pidana hanya hanya diperkenankan atas barang-barang tertentu saja, tidak diperkenankanuntuk semua barang. Undang-undang tidak mengenal perampasan untuk semua kekayaan seperti dalam kasus perdata.
Ø  Ada 2 jenis barang yang dapat dirampas melalui putusan hakim pidana yaitu:
1.      Barang-barang yang berasal dari suatu kejahatan(bukan dari pelanggaran) yang disebut dengan corpora delictie misal uang palsu dari uang kejahatan pemalsuan uang.
2.      Barang yang digunakan dalam melakukan kejahatan yang disebut dengan instrumenta Delicie misal pisau yang digunakan dalam kejahatan.
. ada 3 prinsip dasar dari pidana perampasan barang tertentu yaitu:
·         Hanya diancamkan dan dapat dijatuhkan terhadap 2 jenis barang tersebut dalam pasal 39 KUHP.
·         Hanya diancamkan dan dapat dijatuhkan oleh hakim pada kejahatan saaja, dan tidak pada pelanggaran, kecuali pada beberapa tindak pidana pelanggaran(pasal 502, 519, 549 KUHP)
·         Hanya diancamkan dan dapat dijatuhkan oleh hakim atas barang-barang milik terpidana tadi. Kecuali ada beberapa ketentuan.
c.       Pengumuman putusan hakim
Ø  Pidana pengumauman putusan hakim hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang telah ditentukan dalam undang-undang misal: (pasal 128,206, 361, 377, 395, 405)
Ø  Dalam hal ini hakim bebas perihal cara melakukan pengumuman misal: (surat kabar, papan pengumuman, radio, televisi, dan pembebanan biayanya ditanggung terpidana.
Ø  Pasal 43 KUHP, “Dalam hal-hal yang hakim memerintahkan mengumumkankeputusannya menurut kitab UU umum yg lain, ditentukjannya pula carabagaimana menjalankan perintah itu atas ongkos siterhukum”, misalnya melalui surat kabar dengan ongkos terhukum.
Ø   Maksud pidana ini adalah sebagai usaha preventif agar tidak melakukanperbuatan seperti orang tersebut dan agar berhati-hati bergaul dengan orang tersebut (terhukum).

Minggu, 14 Juli 2013

Kewenangan Pengadilan Agama

PRAKTEK PERADILAN DI PENGADILAN AGAMA

Oleh : Drs. A. Zuhdi Muhdlor, SH, M.Hum *)


A. Ruang Lingkup

          Pasal 2 UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menegaskan : Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang ini.
            UU Nomor 3 Tahun 2006 yang merupakan amandemen dari UU Nomor 7 Tahun 1989 memberikan kewenangan tambahan kepada lembaga Peradilan Agama (antara lain) sebagaimana tercantum pada Pasal 49, 50 dan 52 A. Atas dasar perluasan kewenangan tersebut, maka kalimat ‘perkara perdata tertentu’ pada Pasal 2 UU Nomor 7 Tahun 1987 diubah menjadi ‘perkara tertentu’ pada Pasal 2 UU Nomor 3 Tahun 2006. Dengan ketentuan tersebut maka Peradilan Agama tidak lagi hanya berwenang menyelesaikan perkara perdata, tetapi juga perkara pidana yang berkaitan dengan pelanggaran Pasal 45 PP Nomor 9 Tahun 1975, serta sanksi jinayah terhadap pelanggaran qanun di Nangroe Aceh Darussalam.
           
B. Dasar Hukum
     1. Pasal 24 ayat (2) dan (3) UUD 1945 beserta amandemennya.
     2. Pasal 18 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
     3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009.
     4. Pasal 128 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

C. Hukum Acara

          Secara umum, hukum acara yang berlaku di lembaga Peradilan Umum dan Peradilan Agama adalah sama, yakni HIR untuk Jawa dan Madura,  serta RBg untuk luar Jawa dan Madura. Namun demikian bagi lembaga Peradilan Agama terdapat ketentuan khusus sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 54 UU Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006, bahwa: “Hukum Acara yang berlaku dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini”.
Ketentuan-ketentuan khusus tersebut antara lain :
  1. Saksi keluarga atau orang dekat para pihak dalam perkara perceraian dengan alasan percek-cokan terus menerus (Pasal 76 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 1989).
  2. Ketentuan tentang hakam atau juru damai keluarga dalam perkara syiqaq (Pasal 76 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 1989).
  3. Dalam sidang perdamaian perkara perceraian, suami atau isteri harus secara in person datang ke persidangan kecuali jika salah satu pihak berkediaman di luar negeri dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi, maka dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu (Pasal 82 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 1989
  4. Apabila kedua belah pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka Penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi. (Pasal 82 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 1989.
  5. Dalam hal terjadi perdamaian pada perkara perceraian, maka gugatan/permohonan  harus dicabut, selanjutnya hakim membuat ‘penetapan’ yang menyatakan perkara dicabut karena terjadi perdamaian.
  6. Penggunaan bukti kesaksian dalam perkara perceraian dalam putusan verstek (Pasal 82 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 1989.
  7. Penggunaan istilah “Permohonan” untuk perkara Cerai Talak (suami sebagai Pemohon dan isteri sebagai Termohon) meskipun perkara tersebut termasuk jenis perkara contentiousa (Pasal  66 UU Nomor 7 Tahun 1989).
  8. Lembaga sumpah li’an (Pasal 88 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 1989.
  9. Gugatan diajukan di Pengadilan di tempat tinggal/domisili Penggugat (isteri) dalam perkara gugat cerai (Pasal 73 UU Nomor 7 Tahun 1989). Ketentuan ini merupakan penyimpangan dari asas actor sequitur forum rei.
  10. Biaya perkara dibebankan kepada Penggugat atau Pemohon (Pasal 89 UU Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006).

D. Kompetensi Peradilan Agama

          Kompetensi bagi lembaga peradilan adalah kewenangan untuk mengadili suatu jenis perkara tertentu dan/atau dalam wilayah hukum tertentu. Oleh karena itu, kompetensi lembaga peradilan mencakup 2 hal, yakni kompetensi yang berkaitan dengan jenis-jenis perkara yang disebut kompetensi absolut, dan kompetensi yang berkaitan dengan wilayah hukum (yurisdiksi teritorial) bagi suatu pengadilan yang disebut sebagai kompetensi relatif.

             UU Nomor 3 Tahun 2006 (yang merupakan amandemen dari UU Nomor 7 Tahun 1989) memberikan perluasan terhadap kompetensi absolut Peradilan Agama sehingga meliputi :
1.       Penghapusan hak opsi pencari keadilan yang beragama Islam untuk memilih pengadilan mana (peradilan umum atau peradilan agama) dalam menyelesaikan sengketa waris sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan UU Nomor 7 Tahun 1989. UU Nomor 3 Tahun 2006 menghapus opsi tersebut, sehingga sengketa waris yang terjadi di kalangan orang Islam secara absolut menjadi kompetensi peradilan agama. Selanjutnya kompetensi absolut Peradilan Agama di bidang waris (Penjelasan Pasal 49 huruf b UU Nomor 3 Tahun 2006) meliputi :
-                       Penentuan siapa yang menjadi ahli waris.
-                       Penentuan mengenai harta waris/peninggalan.
-                       Penentuan bagian masing-masing ahli waris
-                       Melaksanakan pembagian harta waris/peninggalan
2.       Kewenangaan menangani perkara penetapan asal usul anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.
3.       Selengkapnya, kewenangan absolut Peradilan Agama di bidang perkawinan dapat dilihat pada Penjelasan Pasal 49 huruf a UU Nomor 3 Tahun 2006.
4.       Kewenangan di bidang wasiyat, maksudnya adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum yang berlaku setelah pemberi tersebut meninggal dunia.
5.       Kewenangan di bidang hibah, maksudnya adalah pemberian suatu benda secara suka rela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.
6.       Kewenangan di bidang wakaf, maksudnya perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakil) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’at Islam.
7.       Kewenangan di bidang zakat, maksudnya perbuatan seorang muslim atau badan hukum menyisihkan harta yang wajib disisihkan sesuai dengan ketentuan syariat Islam untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
8.       Kewenangan di bidang infak, maksudnya perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rizki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ihlas karena Allah SWT semata.
9.       Kewenangan di bidang shadaqah, maksudnya perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan suka rela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridla Allah SWT dan pahala semata.
10.   Kewenangan di bidang ekonomi syari’ah meliputi hal-hal yang disebutkan dalam Pasal 49 UU Nomor 3 Tahun 2006.
11.   Memutus sengketa hak milik atau keperdataan lain yang terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam Pasal 49 apabila subjek sengketa tersebut antara orang-orang yang beragama Islam atau yang menundukkan diri pada hukum Islam (Penjelasan Pasal 50 ayat (2) UU Nomor 3 Tahun 2006).
12.   Memberikan penetapan (itsbat) terhadap kesaksian rukyatul hilal pada setiap memasuki bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal tahun hijriyah sebagai bahan masukan bagi Menteri Agama dalam mengeluarkan penetapan secara nasional untuk penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal (Pasal 52 A dan Penjelasannya –UU Nomor 3 Tahun 2006).
13.   Memberikan keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat (Penjelasan Pasal 52 A UU Nomor 3 Tahun 2006).
14.   Menangani perubahan identitas dalam akta nikah (Pasal 32 ayat (4) Keputusan Menteri Agama Nomor 477 Tahun 2004 tentang Pencatatan Perkawinan).
15.   Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta (Pasal 52 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan prubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009.
Selain hal-hal yang secara eksplisit telah disebutkan dalam aturan perundang-undangan tersebut,  Pengadilan Agama (sebagaimana lembaga peradilan lain) juga terikat dengan ketentuan Pasal 56 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa ‘Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutusnya’.
Perkara yang dimaksudkan tentunya perkara yang masih berkaitan dengan kewenangan absolut Pengadilan Agama tetapi tidak disebutkan secara eksplisit dalam aturan perundang-undangan, seperti masalah pengakuan anak atau pengesahan anak,  dll.

E. Prosedur dan Mekanisme Berperkara di PA

  1. Membayar uang muka (voorschot).
  2. Gugatan/permohonan didaftarkan.
  3. Gugatan/permohonan disampaikan kepada ketua Pengadilan.
  4. Ketua Pengadilan membuat Penetapan Majelis Hakim (PMH)
  5. Ketua Pengadilan menunjuk Panitera Sidang.
  6. Majelis Hakim membuat Penetapan Hari Sidang (PHS).
  7. Jurusita menyampaikan surat panggilan kepada para pihak. Kepada pihak Tergugat/Termohon, untuk panggilan pertama kali harus dilampiri surat gugatan/permohonan.

F. Pemanggilan Para Pihak

  1. Surat panggilan disampaikan kepada pribadi dimana ia berdomisili.
  2. Apabila ybs tidak dapat ditemui atau tidak ada di tempat/tidak dijumpai, maka panggilan disampaikan melalui Lurah/Kepala Desa.
  3. Apabila Tergugat/Termohon tidak jelas tempat kediamannya, atau tidak diketahui, atau tidak mempunyai kediaman yang tetap, maka panggilan dilakukan dengan cara :
-       Melalui Bupati/Walikota kemudian menempelkan surat panggilan tsb di papan pengumuman Pengadilan, dan/atau
-       Mengumumkannya melalui mass media yang ditetapkan oleh Pengadilan. Pengumuman atau panggilan melalui mass media tsb dilakukan sebanyak 2 kali, dengan tenggang waktu satu bulan antara panggilan pertama dan kedua. Dengan demikian untuk sampai pada persidangan pertama kasus tsb memerlukan waktu setidak-tidaknya 4 bulan. Khusus menyangkut Tergugat/Termohon mafqud (di Pengadilan Agama), tenggang waktu antara panggilan pertama dengan panggilan berikutnya adalah 3 bulan, dan tenggang waktu antara panggilan terakhir dengan persidangan setidak-tidaknya 3 bulan, sehingga perkara tsb akan disidangkan setidak-tidaknya setelah melewati waktu 9 bulan sejak tanggal pendaftaran.
  1. Apabila pihak/ybs telah meninggal dunia, surat panggilan disampaikan kepada ahli warisnya.
Penyampaian surat panggilan harus dilakukan secara sah, resmi dan patut. Sah adalah jika surat panggilan kepada para pihak tsb dilakukan oleh Jurusita/Jurusita Pengganti yang telah disumpah untuk jabatannya tsb. Resmi adalah, surat panggilan tsb disampaikan kepada pihak yang bersangkutan baik pribadi (in person) atau wakilnya yang sah, di tempat tinggal/kediaman yang bersangkutan.  Patut adalah, setidak-tidaknya 3 hari kerja sebelum hari persidangan, surat panggilan sudah dismpaikan kepada pihak-pihak ybs

G. Masalah Perdamaian (Dading)

            Perdamaian adalah kesepakatan dari kedua belah pihak yang berperkara untuk nengakhiri sengketa, baik sengketa yang sedang berjalan ataupun mencegah timbulnya  persoalan baru di kemudian hari.  Dalam pasal 1851 KUH Perdata dijelaskan, perdamaian adalah suatu persetujuan dimana kedua belah pihak yang berperkara dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang berlangsung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan perdamaian tidak sah melainkan harus dibuat secara tertulis.
            Pasal 130 HIR dan pasal 154 RBg menegaskan, jika pada hari persidangan yang telah ditetapkan kedua belah pihak yang berperkara hadir dalam persidangan, maka Ketua Majelis Hakim berusaha mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa tersebut. Jika dapat dicapai perdamaian maka pada hari persidangan hari itu juga dibuatkan putusan perdamaian, dan kedua belah pihak dihukum untuk mentaati persetujuan yang telah disepakati itu. Putusan perdamaian yang dibuat di muka sidang mempunyai kekuatan hukum tetap dan dapat dilaksanakan eksekusi layaknya putusan biasa yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Terhadap putusan perdamaian ini tidak dapat diajukan banding ke pengadilan tingkat banding. (Manan, 95-96). 
Perdamaian jauh lebih baik dari putusan apapun. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :خير  الصلح  (perdamaian adalah lebih baik – QS. An-Nisa’ 128 ). Dalam ayat QS Al-Hujurat ayat 9 Allah juga memerintahkan, jika ada dua pihak dari orang-orang mukmin bertikai atau berselisih, agar mereka didamaikan terlebih dulu.
Perdamaian di pengadilan diwujudkan dalam bentuk-bentuk sbb :
  1. Untuk perkara yang menyangkut harta benda, maka perdamaian diikuti dengan pembuatan akta perdamaian dan ditanda tangani oleh para pihak yang bersengketa.
  2. Untuk perkara perceraian, perdamaian ditandai dengan pencabutan perkara oleh Penggugat atau Pemohon, tetapi jika proses persidangan sudah mencapai jawab-menjawab, pencabutan harus atas persetujan Tergugat atau Termohon.
Usaha mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa bersifat imperatif (keharusan) dan harus dilakukan secara sungguh-sungguh oleh Majelis Hakim. Suatu putusan yang dijatuhkan tanpa malalui proses upaya damai terancam batal demi hukum.

H. Mediasi
            Dalam rangka melakukan upaya damai yang sungguh-sungguh bagi para pihak yang bersengketa di pengadilan, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang diperbaharui dengan Perma No. 1 Tahun 2008.
            Di antara pertimbangan dikeluarkannya PERMA tersebut menyebutkan : Bahwa hukum acara yang berlaku, baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan.
Meskipun demikian, PERMA Nomor 2 Tahun 2003 dan Perma Nomor 1 Tahun 2008 tidak membedakan kualitas sengketa dan jenis-jenis perkara yang harus dilakukan mediasi. PERMA menghendaki semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator (Pasal 4 PERMA Nomor 1 Tahun 2008). Bahkan Pasal 2 ayat (3) PERMA tersebut menegaskan : ‘Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan/atau Pasal 154 RBg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum’.  Selanjutnya Pasal 2 Ayat (4) menegaskan : ‘Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan’.
Dalam prakteknya, mediasi dapat dilakukan oleh hakim mediator yang dipersiapkan oleh Pengadilan, yakni hakim yang tidak menangani pokok perkara tersebut, atau hakim pemeriksa pokok perkara (jika terpaksa), atau oleh setiap orang atau lembaga yang menjalankan fungsi mediator yang memiliki sertifikat dan setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.
Proses mediasi berlangsung paling lama 40 hari kerja, dan atas kesepakatan bersama mediasi dapat diperpanjang 14 hari kerja. Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditanda tangani bersama serta mediator (kecuali dalam perkara perceraian). Tetapi jika para pihak tidak memandang perlu adanya akta perdamaian (tertulis), maka kesepakatan perdamaian tersebut harus memuat klausula pencabutan gugatan dan/atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai.
Dalam hal mediator tidak berhasil mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa, maka ia wajib segera melaporkan secara tertulis kepada Majelis Hakim pemeriksa, dan untuk selanjutnya Majelis Hakim melanjutkan pemeriksaan perkara dengan prosedur biasa. Catatan dari proses mediasi, menurut Pasal 19 ayat (2) Perma Nomor 1 Tahun 2008 wajib dimusnahkan.  Proses mediasi tidak mengurangi kewajiban hakim pemeriksa perkara untuk mengusahakan perdamaian sampai putusan dijatuhkan.
           
I. Produk-produk Pengadilan Agama
Produk hakim (yang dihasilkan dari persidangan) ada 3 macam, yakni :
  1. Putusan.
  2. Penetapan.
  3. Akta perdamaian.
Putusan ialah pernyataan hakim yang dituangkan secara tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara contentiosa (ada sengketa). Penetapan ialah (juga) pernyataan hakim dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara voluntair (tidak ada sengketa). Akta Perdamaian ialah akta yang dibuat oleh hakim, berisi kesepakatan para pihak dalam sengketa kebendaan guna mengakhiri sengketa, dan berlaku sebagai putusan.
           
                                                                      

*).  Makalah disampaikan pada kuliah Praktek Peradilan Mahasiswa Smt Genap Fakultas Hukum UAD TA 2012/2013, 7 Juni 2013. Pemateri adalah hakim Pengadilan Agama Yogyakarta).

Sabtu, 02 Februari 2013

Ringkasan Kuliah Hukum Administrasi dan Tata Guna Tanah


Tentang Catur Tertib Pertanahan
1.    Tertib Hukum
Tertib hukum akan terwujud apabila ada unifikasi hukum agar ada kepastian hukum.
2.    Tertib Administrasi
Tertib administrasi akan terwujud apabila memenuhi pasal 19 UU No. 5 Tahun 1960.
3.    Tertib Penggunaan
Ini diharapkan nantinya status sebagai tanah jelas.
4.    Tertib Pemeliharaan
Pendaftaran Tanah
Adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data fisik dan yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang tanah yang berbeda di wilayah tertentu, pengelolaan, penyimpangan dan penyajian bagi kepentingan rakyat dalam rangka menjamin kepastian hukum dibidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda bukti dan pemeliharaan.
Tujuan Pendaftaran Tanah
1        Tercapainya kepastian hukum dan perlindungan hukum.
2        Untuk penyediaan informasi, bagi pemerintah maupun masyarakat.
3        Adanya tertib administrasi pertanahan.
Pendaftaran Tanah diatur dalam:
Ø Pasal 33 UUD 1945
Ø PP No. 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah
Ø PP No. 24 Tahun 1997 yang ditetapkan tanggal 19 Juli 1997 dan berlaku 8 Oktober 1997 Jo. PMNA No. 30 Tahun 1997.
Pelaksanaan pendaftaran tanah terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1.    Pendaftaran tanah untuk pertama kali
Merupakan kegiatan yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan PP No. 10 Tahun 1961 dan PP No. 24 Tahun 1997 yang terdiri dari:
a.    Pendaftaran secara sistematik
Yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dilakukan secara sistematik meliputi objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam suatu wilayah tertentu dan pendaftaran tanah ini diprakarsai oleh pemerintah berdasarkan suatu rencana kerja jangka panjang yang ditetapkan oleh Menteri Agraria.
b.    Pendaftaran tanah secara sporadik
Yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai pertama atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam suatu wilayah (seluruh biaya ditanggung oleh subjek hak). Pendaftaran tanah secara sporadik dibagi dua, yaitu secara individual dan secara kolektif.
2.    Pendaftaran tanah untuk pemeliharaan
Ini terjadi karena:
1        Disebabkan penurunan hak
2        Disebabkan karena peningkatan hak
3        Ada pembebanan
4        Ada pemecahan
5        Ada penggabungan
Tanah di Indonesia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tanah negara dan tanah hak. Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara, sedangkan tanah hak ialah tanah yang dilekati dengan hak, contohnya Hak Milik.
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Kesultanan DIY
Pelaksanaan UUPA di DIY dimulai pada tanggal 1 April 1984 dengan Keppres No.33 Tahun 1984. Pembagian tanah di DIY dibagi dalam 5 kelompok tanah, yaitu:
1.      Tanah A
Adalah tanah krung domain yaitu tanah yang langsung dikuasai oleh kraton.
2.      Tanah B
Tanah kraton yang sebagian kecil digunakan oleh orang barat/timur asing yang berjasa pada kraton dengan hak eigendom dan hak opstal.
Hak eigendom sebelum UUPA merupakan hak eigendom yang mutlak absolut, artinya hak yang tidak dapat dihapus oleh sebab apapun.
3.      Tanah C
Tanah kraton yang diberikan kepada penduduk atau kawulo yang ada di kota praja dengan hak androbe (sejenis hak milik).
4.      Tanah D
Tanah yang ada di Kabupaten yang diberikan kepada perseorangan, jika diluar kebupaten diberikan dengan hak anganggo.
5.      Tanah E
Tanah yang dapat dimohon oleh siapapun juga yang langsung berhubungan dengan kraton.
Macam-macam Bukti Kepemilikan Tanah
a.      Model B
Sertifikat asli sudah sesuai dengan PERDA DIY, sudah dilakukan pengukuran oleh Dinas Agraria.
b.      Model C
Sama sekali belum ada pengukuran oleh Dinas Agraria hanya diukur oleh petugas kelurahan dan biasanya bersangkutan hanya memiliki petikan Letter C.
c.       Model D/E
Suatu sertifikat sementara yang dalam hal ini hanya menyebutkan siapa subjek, hak, luasnya dan persilnya, statusnya sebagai apa, jenisnya (termasuk tanah pekarangan atau sawah).
d.      Petok atau Pipil
Bukan merupakan bukti kepemilikan, hanya merupakan bukti pembayaran pajak.
            Dari keempat macam tersebut, yang paling sempurna adalah Model B.
Pencabutan Hak Atas Tanah
Pencabutan Hak Atas Tanah memiliki dua fungsi, yaitu:
1.      Memberikan landasan hukum bagi pemerintah untuk melaksanakan pencabutan hak atas tanah yang dimiliki oleh rakyat.
2.      Melindungi hak warga masyarakat terhadap tindakan pemerintah yang akan melakukan pencabutan hak atas tanah.
Dikatakan melindungi karena pemerintah tidak boleh melakukan pencabutan begitu saja. Karena sudah diatur dalam Keppres No. 36 Tahun 2005. Pencabutan hak atas tanah boleh dilakukan jika untuk kepentingan umum dan harus memberikan ganti rugi yang layak. Disini yang dimaksud kepentingan umum misalnya pembangunan jalan tol, waduk, pelabuhan, bandara, dll.

Ada beberapa lahan yang dapat dicabut begitu saja oleh pemerintah berdasarkan pada PP No. 35 Tahun 2006, yaitu:
1.      Berdasarkan aspek historis geografis
2.    Jika dipindahkan ke lokasi lain menimbulkan pengorbanan yang besar
3.    Pembangunan tersebut sangat diperlukan dan itu merupakan lokasi yang strategis
4.    Proses pencabutan hak atas tanah (PP No. 20 Tahun 1961)
5.    Musyawarah terlebih dahulu antara pemerintah dengan masyarakat dan panitia pembangunan yang kemudian akan tercapai suatu kesimpulan tentang besarnya ganti kerugian, jika tidak tercapai kata mufakat dalam musyawarah maka akan disesuaikan dengan kemampuan pemerintah bila tidak bisa maka akan dipaksa untuk tetap dicabut.
Asas Pendaftaran Tanah
Asas pendaftaran tanah adalah sederhana, aman, terjangkau, mutakhir atau untuk mewujudkan asas publisitas/asas terbuka.

Sistem Pendaftaran Tanah
1.    Sistem pendaftaran hak
Ciri-cirinya adalah yang didaftarkan hak, Dinas Agraria bersifat aktif, disediakan lembar registrasi.
2.    Sistem pendaftaran akta
Ciri-cirinya adalah yang didaftar aktanya, Dinas Agraria bersifat pasif, akta yang didaftar diberi nomor, tidak diterbitkan sertifikat.
Publikasi Positif
1.      Memakai pendaftaran hak
2.      Data yang mutlak keberadaannya, tidak bisa diganggu gugat, bila bisa dibuktikan kepemilikannya bisa diminta ganti rugi kepada pemerintah.
Publikasi Negatif
1.      Akta tidak menjamin terhadap data yang ada didalamnya
2.      Ada asas nemoplus
Asas nemoplus adalah hanya orang yang namanya ada pada data yuridis sajalah yang bisa melakukan perbuatan hukum pada tanah yang ada pada data fisik kecuali dengan surat kuasa.
3.      Sepanjang masa dapat diganggu gugat sehingga diperlukan aquistifvelaring (ada pembatasan dalam gugatan, yaitu 5 tahun).
Indonesia menganut sistem publikasi negatif bertendensi posotif, berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997; ada sertifikat, ada asas nemoplus, ada Lembaga Rechtverwerking.
Ciri-ciri sistem publikasi negatif bertendensi positif adalah:
1.      Nama pemilik yang tercantum dalam bukti kepemilikan adalah pemilik yang benar dan dilindungi oleh hukum
2.      Setiap adanya suatu peristiwa balik nama melalui suatu proses penelitian yang seksama untuk memenuhi asas publisitas/keterbukaan.
3.      Setiap persil batas-batas yang diukur dan kemudian digambar dalam peta pendaftaran tanah masih tetap bisa dilakukan penyesuain kembali bila terjadi kekeliruan.
4.      Pemilik tanah yang tercantum dalam buku tanah masih dapat diganggu gugat melalui proses pengadilan dan sertifikat dapat dicabut melalui putusan pengadilan dalam jangka waktu 5 tahun.
5.      Tidak tersedianya dana ganti rugi untuk masyarakat yang merasa dirugikan dapat menuntut haknya melalui pengadilan.
Pengajuan Permohonan Hak
Klasifikasi dikatakan tanah negara adalah:
1        Tanah yang dilepaskan secara suka rela oleh pemiliknya.
2        Tanah yang berakhir jangka waktunya.
3        Tanah yang pemegang haknya meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris.
4        Tanah yang ditelantarkan.
5        Tanah milik perusahaan Belanda yang terkena UU Nasionalisasi.

Tata cara pengajuan (untuk tanah Negara)
1.      Dengan Permohonan
2.      Bahwa kita mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang (Bupati, Gubernur, BPN pusat) untuk memberikan Hak yang didasarkan pada jenis Hak dan juga luas Hak yang dimohon pada kantor pertanahan setempat.
3.      Setelah semua berkas masuk, maka kemudian kantor pertanahan akan melakukan penelitian terhadap kelengkapan berkas-berkas dan juga nantinya kantor pertanahan akan melakukan pemeriksaan lokasi tanah yang akan dilakukan oleh panitia yang dibentuk.
4.      Kepala kantor pertanahan akan memberikan rekomendasi kepada pejabat yang terkait untuk memberikan Hak atas tanah, jika permohonan itu ditolak maka akan dibuat berita acara alasan ditolak, jika permohonan itu diterima maka akan diterbitkan SKPH (Surat Keterangan Pemberian Hak).
Kewajiban penerima Hak setelah menerima SKPH
1        Kewajiban calon penerima hak, membayar uang pemasukan yang besarnya ditentukan dalam PMNA/KBPN No.4/1998.
2        Membayar BPHTB sebesar 5% x NJOP.
3        Membayar biaya penerbitan sertifikat.
4        Mendaftarkan hak yang diperolehnya dikantor pertanahan setempat untuk dibuatkan buku tanah dan sertfikatnya.
5        Dengan dibuatnya buku tanah, HAT tersebut lahir kemudian dibuatkan sertifikat untuk diserahkan kepada pemohon.
Pemasukan Negara
Hak Milik
1        Sawah
2 Hektar          : 0%
5 Hektar          : 2% x Harga Dasar
>5 Hektar        : 5% x Harga Dasar
2        Pekarangan
<200m             : 0% x Harga Dasar
200-600m        : 2% x Harga Dasar
600-2000m      : 4% x Harga Dasar
>2000m           : 6% x Harga Dasar
3        Hak Guna Bangunan
<200m             : 0%
200-600m        : 1%
600-2000m      : 2%
>2000              : 3%                                                     BPHTB           : 5% NJOPKP
                                                                                    NJOPKP         : NJOP-NJOPTKP
4        Hak Pakai                                                                   NJOPTKP       : 15 Juta
200m               : 0,75 %
600-2000m      : 1,5 %
>2000              : 2,5%

Pejabat Pembuat Akta Tanah
Pengertian PPAT
1        Menurut PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang dan membuat akta-akta tertentu.
2        Menurut UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hipotek. PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan HAT dan akta pemberian kuasa, membebankan hak tanggungan menurut UU yang berlaku.
3        Menurut PP No. 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT. PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta otentik yang mengenai HAT atau Hak Milik SaRuSun (satuan rumah susun)
4        Menurut PKBN No. 1 Tahun 2006. PPAT adalah pejabat umu yang diberikan kewenangan membuat akta otentik mengenai perbuatan tertentu terhadap HAT atau HM Sarusun.

Jenis-Jenis PPAT
1        PPAT tetap
PPAT tetap adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu terhadap HAT atau SaRuSun.
2        PPAT Sementara
Adalah Pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatan untuk melakukan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.
3        PPAT Khusus
Adalah Pejabat BPN yang ditunjuk karena jabatannya untuk melakukan tugas PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintahan tertentu.

Syarat-syarat menjadi PPAT
1        Lulus ujian PPAT
2        Usia minimal 30 Tahun
3        Memiliki SKCK
4        Surat keterangan kesehatan jasmani dan rohani
5        Surat pernyataan bersedia menerima protokol PPAT
6        Surat pernyataan tidak merangkap jabatan
7        Daftar riwayat hidup
8        Foto copy S1 dan S2
9        Sertifikat diklat yang dilegalisir

PPAT boleh menolak membuat Akta apabila:
1        Jika sertifikat asli tidak dibawa oleh para pihak yang meminta dibuatkan suatu akta
2        Jika tidak ada kesesuaian antara sertifikat asli dengan buku tanah yang ada dikantor pertanahan/BPN
3        Jika tidak disampaikan alat bukti atau saksi dan pernyataan yang dikeluarkan oleh panitia adjudikasi
4        Jika salah satu para pihak bertindak berdasar kuasa mutlak
5        Jika belum ada ijin untuk yang harus ada ijin
6        Jika objek dalam sengketa
7        Jika ada pelanggaran larangan yang ditentukan oleh Undang-Undang.


Kantor Pertanahan dapat menolak melakukan Pendaftaran Tanah, apabila:
1.      Sertifikat atau surat keterangan tidak sesuai
2.      Perbuatan hukum yang dilakukan tidak dilalui dengan PPAT atau kutipan risalah lelang
3.      Dokumen yang diperlukan tidak lengkap
4.      Tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan oleh Undang-Undang karena yang bersangkutan merupakan objek sengketa
5.      Perbuatan hukum menggunakan PPAT bisa batal atau dibatalkan melalui syarat objektif.
Land Use Planning (Perencanaan Penggunaan Tanah)
Land Use Planning harus ada karena:
1.      Kondisi tanah di Indonesia relatif tetap
2.      Jenis tanah di Indonesia yang bermacam-macam
3.      Luas lahan
Menurut PP No. 14 Tahun 2004 Land Use Planning adalah usaha untuk menata proyek-proyek pembangunan baik oleh pemerintah maupun yang tumbuh dari prakarsa maupun swadaya masyarakat sesuai dengan daftar skala priorotas disatu sisi dan dapat dicapai tertib penggunaan tanah disisi lain tetap dihormati sisi yang berlaku.
Landasan Land Use Planning
1.      Pasal 14 UU No. 1960
Suatu rencana umum mengenai persediaan, penggunaan, peruntukan BARAKA serta kekayaan alam yang ada didalamnya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
2.      PP No. 16 Tahun 2004
Penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsulidasi melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil.
Tata Guna Tanah (ketentuan Pasal 14 UU No. 5 Tahun 1960), suatu rencana umum mengenai peresediaan penggunaan, peruntukkan BARAKA, serta kekayaan alam yang ada didalamnya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Unsur-unsur penting Land Use Planning
1.      Ada kegiatan, pelaksanaan dan pengendalian tanah.
2.      Adanya kewenangan dari pemerintah untuk membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukkan, penggunaan BARAKA.
3.      Adanya tujuan yang hendak dicapai dalam Pasal 2 ayat (3) UUPA, tujuan untuk mencapai sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Empat sasaran TGT
1.       Menumbuhkan pengertian mengenai penggunaaan tanah secara fenomemal dan kemampuan tanah
2.      Menyusun suatu rencana pembangunan tanah baik ditingkat nasional ataupun daerah
3.      Menyusun petunjuk teknis mengenai peruntukan dan penggunaan tanah baik di pedesaan, maupun di perkotaan termasuk rencana pembuataan perencanaan tanah
4.      Melakukan survei sebagai bahan pembuataan peta, kemampuan tanah serta peta daerah tropis.
Tujuan TGT
1.      Menghindari konflik penggunaan tanah yang salah tempat
2.      Salah urus
3.      Lepas kendali
4.      Merugikan masyrakat
Prinsip perencanaan penggunaan tanah
1.      Principle of multiple use
Untuk mengatasi adanya keterbatasan tanah
2.      Principle maximum produktion
Penggunaan tanah yang terbatas itu, diharapkan bisa dilakukan semaksimal mungkin, sehingga bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal
3.      Principle of optimun use
Penggunaan tanah semaksimal mungkin dengan memberikan keuntungan yang tinggi tanpa merusak kondisi tanah

Yang perlu diperhatikan dalam perencanaan penggunaan tanah adalah :
a.       Tujuan pembangunan yang dilakukan diatas tanah
b.      Subyek dari pembangunan
c.       Obyek dari pembangunan
Tiga model perencanaan penggunaan tanah
1.      Model zone (tertutup)
Dengan membuat zone berdasar pertimbangan teknis , untuk waktu tertentu dalam beberapa tahun (dengan cara buat master plane, rencana induk dll )
Keuntungan model ini adalah:
a.       Lingkungan tertata rapi
b.      Biaya relatif murah
c.       Tidak ada tumpang tindih
Kelemahanya adalah:
a.       Akan timbul suatu kesimpulan untuk mencari lahan yang kosong karna kepadatan penduduk yang semakin tinggi.
b.      Kondisi tanah yang semakin tag mendukung sehingga mencari lahan-lahan ynag kosong sesuai rencana sangan sulit.
Model ini sulit dilaksanakan karena:
a.       Peruntukan penggunaan tanah telah ditetapkan sebelum adanya kebijakan pembangunan.
b.      Hak penggunaan tanah yang dimiliki oleh rakyat diabaikan
c.       Tanah itu hanya satu dan hierarki (bertingkat)
d.      Kesulitan yang timbul tidak diperhitungkan sehingga akan muncul sepekulan tanah.
2.      Model sesuai dengan kondisi tanah
Kelemahan model ini:
a.       Tanah yang tersedia kurang mendukung kegiatan yang dilakukan, karna manusia yang memakai semakin lama semakin banyak.
b.      Adamnya berbagai peraturan perundang undangan yang mengatur
c.       Jenis usaha yang stu melahirkan jenis usaha yang lain nya sehingga membutuhkan tanah
Keuntungan medel ini :
Bisa menghasilkan sesuatu yang optimal
3.      Model tanah mengabdi pada pembangunan
Penggunann tanah itu akan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan yang biasanya sudah dipisah-pisahkan kedalam buku buku.
            Keuntungan model ini:
Didalam penggunaan tanah sudah diatur dan direncanakan terlebih dahulu sesuai dengan kebutuhan pembangunan.